Senin, 23 Januari 2012

analisis kebijakan publik terhadap E-KTP


KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini dengan predikat terbilang lancar.
            Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini,terutama Bapak Dr. Noudy R.P Tendean, S.ip, M.si selaku dosen pengajar analisis kebijakan publik yang telah membimbing penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
            Penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah analisis kebijakan publik. Selain itu, penulis juga ingin memberikan wawasan kepada semua pihak yang berkenan membaca makalah ini mengenai elektronik Kartu Tanda Penduduk, sehingga makalah ini bukan hanya sebagai kumpulan kertas tak berguna sebagai penghias meja belajar, melainkan dapat dijadikan sebuah referensi.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman. Dalam penyusunan tugas ini penulis sadar jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan tugas-tugas selanjutnya.


Minahasa Utara, Desember 2011


                       Penulis






BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Permasalahan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, orientasi pada kekuasaan yang amat kuat selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan pelayanan publik. Birokrasi dan para pejabatnya lebih menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada sebagai pelayan masyarakat. Akibatnya sikap dan perilaku birokrasi dalam penyelegaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Berkembangnya budaya paternalistik ikut memperburuk sistem pelayanan publik melalui penempatan kepentingan elite politik dan birokrasi sebagai variabel yang dominan dalam penyelengaraan pelayanan publik. Elite politik dan birokrasi, dan atau yang dekat dengan mereka, seringkali memperoleh perlakuan istimewa dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Akses terhadap pelayanan dan kualitas pelayanan publik sering berbeda tergantung pada kedekatannya dengan elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering mengusik rasa keadilan dalam masayrakat yang nerasa diperlakukan secara tidak wajaroleh birokrasi publik.
Meluasnya praktik-praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme)dalam kehidupan birokrasi publik semakin mencoreng image masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak hanya telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta. Masyarakat harus membayar lebih mahal tidak hanya ketika menyelesaikan urusan KTP, Paspor dan berbagai perijinan tetapi juga ketika mereka mengonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti kendaraan bermotor, jalan tol dan komoditas lainnya. KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari biaya birokrasi dan distorsi dalam mekanisme pasar, seperti praktik monopoli dan ologopoli yang amat merugikan kepentingan publik.
Rendahnya kemampuan birokrasi merespons krisis ekonomi memperparah krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang amat tinggi, sebgai akibat dari krisis tersebut ternyata tidak dapat direspons dengan baik oleh birokrasi publik sehingga membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin sulit dan tidak pasti. Inisiatif dan kreatifitas birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya sama sekali tidak memadai. Masyarakat yang mengharapkanbirokrasi publik dapat memberi respons yang tepat dan cepat terhadap krisis yang terjadi menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung reaktif dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi dipusat dan didaerah tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan sehingga masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan birokrasi dalam menyelesaikan krisis ini.
Berbagai fenomena diatas menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan dan legitimasi pemerintah dan birokrasinya dimata publik. Ini semua terjadi karena pemerintah dan birokrasinya telah gagal menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan publik. Praktik-praktik KKN yang terjadi dalam kehidupan birokrasi telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari masyarakatnya. Orientasi kepada kekuasaan membuat birokrasinya menjadi semakin tidak responsif dan tidak sensitif terhadap kepentingan masyarakatnya. Dominasi birokrasi dalam kehidupan politik dan ekonomi selama ini ternyata juga menciptakan berbagai distorsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang cenderung memperburuk krisis ekonomi dan politik yang terjadi. Dalam situasi seperti ini, maka amat sulit mengharapkan pemerintah dan birokrasinya mampu mewujudkan kinerja yang baik. Pemerintah dan birokrasinya telah gagal menyelenggarakan pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel.
Ada banyak penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami mengapa pemerintah dan birokrasinya gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang baik. Dengan menggunakan metafora biologi, Osborn dan Plastrik (1998) menjelaskan lima DNA, kode genetika, dalam tubuh birokrasi dan pemerintah yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan perilaku dari suatu birokrasi dan pemerintah dalam menyelengarakan pelayanan publik akan sangat ditentukan oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu dikelola, yaitu misi (purpose), akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan dan budaya. Kelima sistem DNA ini akan saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam membentuk perilaku birokrasi publik. Pengelolaan dari kelima sistem kehidupan birokrasi ini akan menentukan kualitas sistem pelayanan publik.
Kemampuan dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana misi dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan kebijakan oleh birokrasi itu. Birokrasi publik diIndonesia sering kali tidak memiliki misi yang jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktifitas yang dilakukan oleh birokrasi itu cenderung semakin meluas, bahkan mungkin menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika membentuk birokrasi itu. Perluasan misi birokrasi ini sering kali tidak didorong oleh keinginan birokrasi itu agar dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya, tetapi didorong oleh keinginan birorasi unr\tuk memperluas aksesnya terhadap kekuasaandan anggaran. Dalam situasi yang fragmentasi birokrasi amat tinggi, maka kecenderungan semacam ini tidak hanya akan membengkakkan birokrasi publik, tetapi juga menghasilkan duplikasi dan konflik kegiatan dan kebijakn antar departemen dan berbagai non departemen. Dalam sistem penyelenggaraan pelayanan publik, konflik kebijakan antar departemen dan lembaga non departemen b8kan hanya melahirkan inefisiaensi, tetapi juga membingungkan masyarakat pengguna jasa birokrasi.
Ketidakpastian misi juga membuat orientasi birokrasi dan pejabatnya pada prosedur dan peraturan menjadi amat tinggi. Apalagi dalam birokrasi publik diIndonesia yang cenderung menjadikan prosedur dan peraturan sebagai panglima, maka ketidakjelasan misi birokrasi publik mendorong para pejabat birokrasi publik menggunakan prosedur dan peraturan sebagai kriteria utama dalam penyelenggaraan pelayanan. Para pejabat birokrasi sering mengabaikan perubahan yang terjadidalam lingkungan dan alternatif cara pelayanan yang mungkin bisa mempermudah para pengguna layanan untuk bisa mengakses pelayanan secara lebih mudah dan murah. Ketaatan dan kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan menjadi indikator kinerja yang dominan sehingga keberanian untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreatifitas dalam merespons perubahan yang terjadi dalam masyarakat menjadi amat rendah. Rutinitas dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan benar dalam penyelengaraan pelayanan publik. Birorasi yang seperti ini tentu amat sulit menghadapi dinamika yang amat tinggi, yang muncul sebagai akibat dari krisis ekonomi dan politik yang sekarang ini terjadi diIndonesia. Krisis ini mengajarkan kepada kita betapa rapuhnya sistem birokrasi publik diIndonesia dalam menghadapi perubahan-perubahan yang cepat dalam lingkungannya.Tentunya kegagalan birokrasi dalam merespons krisis ekonomi dan politik secara baik juga amat ditentukan oleh bagaimana sistem kekuasaan, akuntabilitas, intensif dan budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini. Uraian diatas menjelaskan bahwa kemempuan pemerintah dan birokrasinya dalam menyelenggarakan pelayanan publik amat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memahami kinerja birokrasi dalam penyelengaraan pelayanan publik, tentu tidak cukup hanya dengan menganalisisnya dari satu aspek yang sempit, tetapi harus bersifat menyeluruh dengan memperhatikan semua dimensi persoalan yang dihadapi oleh birorasi serta keterkaitan sati dengan yang lainnya. Dengan cara p-andang seperti ini, maka informasi tepat dan lengkap mengenai kinerja birokrasi dapat diperoleh dan kebijakan reformasi birokrasi yang holistik dan efektif bisa dirumuskan dengan mudah. Dengan melaksanakan kebijakan seperti ini, maka diharapkan perbaikan kinerja birokrasi dalam penyelengaraan pelayanan publik akan bisa segera dinikmati oleh masyarakat luas.
Makalah ini sedikit mengupas bagaimana berbagai faktor tersebut berhubungan dengan kinerja penyelengaraan pelayanan publik yaitu kebijakan dalam pembuatan E-KTP, yakni suatu kartu tanda penduduk yang dibuat dari mesin elektronik dan ditulis dengan data digital. E-KTP sengaja diadakan guna untuk mempermudah pemerintah dalam mengambil data penduduk, karena dengan E-KTP pemerintah bisa langsung melihat data dari KTP elektronik tersebut tanpa harus menunggu data yang harus disensus terlebih dahulu. E-KTP bisa terbilang lebih efektif dan efesien dibanding dengan KTP biasa.
2.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah:
·         Mengidentifikasi kebijakan E-KTP
·         Apa saja fungsi dan keuntungan dari E-KTP
·         Permasalahan yang timbul dari E-KTP
·         Alternatif dari masalah kebijakan E-KTP


3.      Tujuan Pembuatan Makalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini diantaranya adalah:
·         Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Dr.Noudy R.P Tendean, S.IP,Msi selaku dosen mata kuliah Analisis Kebijakan Publik.
·         Agar selaku praja,kita dapat menganalisis permasalahan analisis kebijakan publik yang terjadi di sekitar kita.
BAB II
PEMBAHASAN

1)      Identifikasi Kebijakan E-KTP
Penerapan E-KTP yang baru-baru ini diterapkan di Jakarta dan menyusul kota lainnya merupan langkah awal dalam penerapan SIN (Single Identify Number). Dengan SIN nantinya satu orang hanya memiliki satu identitas/ Nomor Induk Kependudukan (NIK) saja sampai yang bersangkutan meningal. Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk).
Dengan penerapan E-KTP ini sebenarnya ada banyak kemajuan, dimana sudah ada data kependudukan yang lebih lengkap.
Beberapa fungsi dari E-KTP antara lain :
1.      Sebagai identitas jati diri;
2.      Berlaku Nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya;
3.      Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP; Terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.

Dengan berbagai kelebihan dari E-KTP, hendaknya program ini tidak hanya berhenti sampai dengan ini saja, karena dengan keakuratan data kependudukan diharapkan program pemerintah bisa lebih tepat sasaran, misalnya dalam hal belanja subsidi dan dalam hal pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Dalam hal subsidi seharusnya dengan E-KTP bisa diketahui mana penduduk yang layak untuk mendapat subsidi dan mana yang seharusnya sudah tidak mendapat subsidi. Misalnya,jika kita berandai-andai ketika kita akan mengisi BBM, maka harus menunjukkan E-KTP tersebut. Sehingga masyarakat yang layak mendapat subsidi bisa mengisi dengan premium sedangkan yang tidak layak mendapat subsidi maka harus mengisi dengan pertamax. Hal ini juga berlaku untuk pelayanan kesehatan, mana masyarakat yang harus mendapat jankesmas, mana yang tidak harus bisa dilihat dari E-KTP tersebut. Dalam hal pendidikan, sudah seharusnya masyarakat miskin di Indonesia mendapat pendidikan yang gratis. Hal ini seharusnya bisa dilihat juga dari E-KTP tersebut. Dengan demikian maka pelaksanaan keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan bisa tercapai. Masyarakat yang miskin sekolahnya gratis, masyarakat menengah sekolahnya bayar setengah saja, sedangkan masyarakat yang kaya sudah selayaknya bayarnya lebih mahal (premium). Sehingga ada subsidi silang dari masyarakat yang kaya ke masyarakat yang miskin.

2)      Pengkajian Masalah E-KTP
Pemerintah sedang melakukan sebuah “pekerjaan raksasa” yakni menghimpun data seluruh penduduk Indonesia. Ajaibnya semua itu dilakukan hanya dalam hitungan bulan, sungguh sebuah pekerjaan yang sangat berani dan “mustahil”, mengingat selama ini pendataan warga negara kacau balau dan berantakan. Sangat lumrah jika ada istilah KTP ganda, kerancuan daftar pemilih tetap pada pemilihan umum dan Pilkada serta tidak akuratnya hasil sensus karena memang database penduduk yang semeraut. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah mencanangkan pendataan ulang penduduk Indonesia melalui program elektronik atau E-KTP.

3)      Evaluasi Kebijakan E-KTP
Sesuai rencana awal, e-KTP dimulai Agustus tapi molor sampai akhir September, bahkan di banyak daerah malah mulai awal November 2011. Alasan pengunduran tersebut adalah soal ketersediaan peralatan untuk scan sidik jari dan retina mata. Namun belum lama ini (Kompas.com) mengutip pernyataan Menteri Dalam Negeri yang  meralat bahwa elektronik atau E-KTP akan tuntas pada akhir 2012. Padahal sebelumnya pemerintah yakin bahwa rekam data penduduk untuk e-KTP selesai pada akhir 2011 ini. Nah, sejauh mana kesiapan pemerintah dan antusiasme warga dalam menyukseskan program ambisius pemerintah ini?
Prosedur pembuatan e-KTP menurut versi pemerintah sangat simpel dan mudah. Kami mengambil dari situs resmi (e-KTP.com) mengenai tatacara pembuatan e-KTP:
Proses pembuatan E- KTP (Secara Umum):
a.       Penduduk datang ke tempat pelayanan membawa surat panggilan.
b.      Petugas melakukan verifikasi data penduduk dengan database.
c.       Foto (digital).
d.      Tandatangan (pada alat perekam tandatangan).
e.       Perekaman sidik jari (pada alat perekam sidik jari) & scan retina mata.
f.       Petugas membubuhkan TTD dan stempel pada surat panggilan yang sekaligus sebagai tandabukti bahwa penduduk telah melakukan perekaman foto tandatangan sidikjari.
g.      Penduduk dipersilahkan pulang untuk menunggu hasil PROSES PENCETAKAN 2 MINGGU setelah Pembuatan.
Namun nyatanya tidaklah semudah dan segampang itu, bahkan harus melalui prosedur yang rumit dan berbelit. Bagi yang belum dapat panggilan dari RT/Kelurahan maka warga tersebut tidak bisa mengurus e-KTP. Jadwal pemanggilan bergilir itu tidak tentu jadwalnya, hal ini akan bermasalah karena ada sebagian warga yang ada agenda keluar kota atau pindah domisili. Kemungkinan mereka tidak bisa mendapatkan surat panggilan tersebut dan tentunya mereka tidak bisa melakukan rekam data untuk pembuatan e-KTP. Syarat yang tidak tercantum tapi ini sangat menentukan adalah warga harus memiliki KTP Nasional (warna biru) karena tidak bisa langsung menggunakan KTP Daerah (warna kuning) dalam mengurus e-KTP. Jika tidak ada, warga yang bersangkutan harus mengurus KTP Nasional  terlebih dahulu. Padahal jika sudah selesai nanti pembuatan KTP Nasional juga tidak akan dipergunakan. Ditambah lagi untuk mengurus KTP Nasional membutuhkan beberapa persyaratan dan waktu selesainya juga paling cepat  2 minggu.
Belum lagi bagi masyarakat daearah dan pedalaman yang punya banyak kendala seperti keterbatasan listrik sehingga datanya tidak bisa dimasukan, minimnya koneksi internet, jangkauan wilayah yang begitu luas dan yang menjadi kendala mendasar adalah ketersediaan alat pemindai tandatangan dan retina mata sehingga harus menunggu. Belum lagi dari segi kebijakan pengadaan peralatan pendukung e-KTP rawan dengan penyalahgunaan melalui tender yang tidak transfaran. Ujung-ujungnya dana triliunan rupiah untuk program ini berisiko mengalami kebocoran. Jikapun nanti e-KTP telah diterbitkan, apakah itu akan berlaku selamanya? Apakah tidak akan ada lagi proyek-proyek lanjutan yang berkaitan dengan pemakaian e-KTP tersebut di instansi yang memerlukannya? Karena bagaimanapun pasti harus ada alat khusus yang bisa membaca data e-KTP tersebut sebagai salah satu fungsional dari e-KTP sebagai satu-satunya tanda pengenal penduduk yang sah di wilayah NKRI. Sisi lainnya yang harus diperhatikan adalah mengenai pelayanan dalam pembuatan e-KTP yang masih harus dibenahi. Ketersediaan alat yang memadai, dan ketepatan waktu pelayanan.

4)      Pengembangan Alternatif Kebijakan serta Menyeleksi Alternatif Tebaik
Melihat permasalahan E-KTP seperti yang telah kita lihat pada uraian di atas, maka ada alternatif yang harus ditempuh. Berdasarkan berbagai data, artikel dan referensi yang telah kami baca dan bahas mengenai penerapan E-KTP dapat  diambil beberapa tanggapan atau kritikan mengenai hal ini.  E-KTP ini sangat bagus untuk diterapkan di Negara Indonesia. Selain memudahkan pemerintah untuk mendata penduduk, e KTP juga dapat memberikan keaslian yang valid atas data orang yang membuat E-KTP tersebut. Oleh karena itu, dengan E-KTP para penduduk pun tidak bisa membuat kepalsuan data pribadinya karena pembuatan E-KTP ini juga disertai sidik jari secara digital atau elektronik juga. Penduduk juga tidak bisa menduplikatkan kartu tanda penduduknya dengan data yang berbeda dikarenakan sidik jari tersebut. Jadi, penerapan E-KTP sangat efisien bila diterapkan. Orang-orang yang ingin menghilangkan data diri dan mengubahnya pun tidak bisa.
Diharapkan untuk kecamatan-kecamatan yang sudah mulai menerapkan E-KTP juga harus dengan segera memulai pendataan atau pembuatan E-KTP bagi warga penduduk di kecamatan tersebut. Hal ini dikarenakan agar adanya angsuran pendataannya sehingga tidak menambah hambatan untuk penerapan E-KTP di daerah lainnya.
Selain itu, diharapkan juga kepada warga masyarakat untuk memiliki kesadarannya dalam pembuatan E-KTP ini yaitu dengan cara berbondong-bondong datang ke tempat pembuatan E-KTP tersebut tanpa harus disuruh. Dengan demikian pengurus dalam pembuatan E-KTP ini tidak terlalu kerepotan dalam pemberian jadwal kepada penduduk untuk membuat E-KTP tersebut. Terhadap masyarakat yang datang berbondong- bondong membuat E-KTP, sadar maupun tidak, bahwa mereka telah ikut mewarnai makna perubahan yang terjadi. Mereka telah berani membawa sikap positif terhadap perubahan. Mungkin sebagian mereka berpikir, agar diakui oleh pemerintah kewarganegaraannya dengan ber-KTP nasional bahkan mereka ingin mengikuti dan merasakan perkembangan zaman. Merekalah yang dengan segala keterbatasannya rela menghilangkan pikiran negatif terhadap perubahan yang terjadi. Namun bagi mereka yang acuh, terhadap perubahan ini, harus siap dengan yang masalah yang timbul dari perubahan ini.
Mungkin urusan administrasi kependudukan, terutama data mereka menjadi tersendat dalam prosesnya, dibanding dengan yang sudah memiliki E-KTP. Atau mereka tidak mendapatkan beberapa layanan dari pemerintah dan swasta dikarenakan data pribadi yang sudah tidak tersistem di database nasional. Inilah sebuah perubahan yang dilakukan oleh pemerintah. Perubahan tidak dapat dihindari, tetapi perubahan harus dihadapi, untuk dibuat menjadi sesuatu yang berarti. Saat ini perekaman database masyarakat telah menggunakan perlengkapan informasi teknologi dan komunikasi yang handal, cepat serta didukung SDM yang sesuai, semakin memaknai, bahwa perubahan ini harus diteruskan. E-KTP membawa perubahan perbaikan buat diri, masyarakat bahkan Negara kita.  
Selain kepada masyarakat, pemerintah juga harus aktif dalam meluncurkan pemahaman mengenai e KTP kepada masyarakat, yaitu dengan cara mensosialisasikan melalui media cetak, media masa, ataupun secara langsung datang di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, bagi masyarakat yang memang belum paham bahkan tidak paham sama sekali mengenai E-KTP bisa mengikuti sosialisasi tersebut. Oleh karena itu, hal ini juga kembali ditekankan kepada masyarakat untuk memiliki kesadaran dalam berpartisipasi membangun sebuah perubahan. Siapa lagi kalau bukan warga Negara Indonesia yang membangun perubahan di Negara ini? Pemerintah telah memberikan sebuah perubahan, maka kita juga harus mengikuti arus perubahan tersebut supaya semua yang telah direncanakan dapat berjalan maksimal. Selain itu, pesan juga untuk pengurus proyek E-KTP ini, harus dilakukan perincian dana yang dibutuhkan, dikeluarkan, serta dana yang masuk agar jelas penggunaannya dan tidak timbul suatu masalah baru yang mungkin dapat menghambat perkembangan E-KTP tersebut. Mengapa demikian? Karena manusia tidak pernah luput dari kesalahan, kelalaian, dan khilaf.


BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
·         E KTP (Elektronik Kartu Penduduk) adalah suatu kartu tanda penduduk yang dibuat dari mesin elektronik dan ditulis dengan data digital.
·         Hambatan utama dalam penerapan E-KTP adalah listrik, minimnya koneksi internet, jangkauan wilayah yang begitu luas,  ketersediaan alat yang memadai, dan ketepatan waktu pelayanan.
·         E-KTP memang perlu diterapkan di semua kecamatan.

2.      Saran
Saran yang dapat diberikan kepada pembaca adalah diharapkan hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu pengetahuan.

4 komentar:

  1. semua tahapan e-ktp disemua pemda sudah dilaksanakan, mulai dr perencanan, sosialisasi sampai tahap pelaksanaan... namun demikian dlm pelaksanaan kadang tidak sesuai dengan apa yg kita harapkan, target rata2 warga yang diharapkan terlayani setiap hari blm tercapai, krn sperti yg adik sampaikan jangkauan wilayah yg luas, belum topografi wilayah pgunungan yg akses jalan blm memadai, mobile servce blm maksimal sehingga untuk yg sakit dan sudah tua blm terlayani dgn optimal.

    BalasHapus
  2. bner banget, btw thx buat commentnya ya :), semoga E-KTP bisa segera terealisasi as soon as possible

    BalasHapus
  3. mantap.. kutipan buat tugas kuliah.
    RK. gorontalo XX

    BalasHapus